BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
dasarnya, morfologi
memiliki arti sebagai
sistem pengkajian kata. Dari objek kajiannya, morfologi memiliki kajian yang
mencakup angka. Angka tersebut sering disebut numeralia. Numeralia adalah kata yang digunakan untuk membilang hal
yang diacu nomina. Oleh karena itu, numeralia lazim disebut dengan ‘kata
bilangan’. Hal yang diacu numeralia itu terbatas pada hal yang dapat dihitung
jumlahnya, baik yang bersifat maujud, seperti manusia, binatang, atau barang tetapi juga yang berupa
konsep.
Numeralia
ini, kaitannya dengan bilangan. Sehingga mudah untuk mengetahui ciri dan
pengklasifikasian bilangan tersebut. Apakah bilangan tersebut bilangan tunggal
ataupun jamak. Di dalam pengklasifikasian Numeralia ini, terdapat dua ciri, yaitu ciri morfemis dan
sintaksis
Ciri
morfemis yaitu dengan mengetahui morfem-morfem pembentuknya. Sedangkan ciri
sintaksis ini erat hubungannya dengan menyambungkan antara kalimat satu dengan
yang lainnya.
Bab ini akan membicarakan
masalah kata bilangan. Setiap hari, bahkan hampir dalam setiap pembicaraan
selalu ditemui penggunaan kata bilangan. Tetapi suatu kenyataan yang tak dapat
dipungkiri adalah bahwa
seringkali definisi
kata bilangan itu sendiri tidak
jelas. Hal ini tidak hanya terbatas pada
masalah kata bilangan dalam satu jenis
bahasa saja, tetapi hampir
terdapat dalam semua bahasa,
termasuk bahasa Jawa.
Penyajian
uraian kata bilangan ini tidak akan sepanjang
uraian jenis kata sebelumnya. Proses pembentukan kata bilangan tidaklah serumit
proses pembentukan kata lainnya. Dalam pembicaraan kata bilangan tidaklah ditemukan
proses transposisi yang banyak terjadi dalam pembentukan jenis-jenis kata
lainnya. Maka dalam uraian ini nanti
hanya akan dijumpai uraian kata biangan secara singkat saja. Pembicaraan ini
akan meliputi ketentuan tentang kata bilangan.
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis
mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
pengertian numeralia ?
2. Bagaimana
mengetahui ciri-ciri numeralia yang menjadi kajian dalam morfologi?
3. Seperti
apa bentuk dan pengklasifikasian numeralia dalam kajian morfologi?
C. Tujuan
1.
Mengetahui
pengertian tentang numeralia.
2.
Mengetahui
ciri-ciri numeralis yang menjadi kajian morfologi.
3.
Mengetahui
bentuk dan pengklasifikasian numeralia dalam kajian morfologi.
D.
Manfaat
penulisan
·
Bagi Penulis
Penulisan makalah ini disusun
sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Morfologi
Lanjut serta menambah wawasan penulis tentang
ciri-ciri dan pengklasifikasian numeralia dalam kajian morfologi.
·
Bagi Pihak Lain
Penulisan makalah ini diharapkan
dapat dijadikan referensi pustaka dan menambah pengetahuan tentang ciri-ciri
dan pengklasifikasian
numeralia dalam mata kuliah
morfologi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Numeralia
Numeralia
adalah kata yang digunakan untuk membilang ihwal yang diacu nomina( kata benda)
dan biasa disebut kata bilangan yang
menunjukkan suatu jumlah, tingkatan atau urutan dan jika ditulis secara grafis
dapat dipergunakan angka.
Contoh:
Siji : 1 enem : 6
Loro : 2 pitu : 7
Telu : 3 wolu : 8
Papat : 4 sanga : 9
Lima : 5 sepuluh : 10
Yang
termasuk kata bilangan tingkat adalah: kapisan
‘pertama’, kaloro ‘kedua’, katelu ‘ketiga’ dst. Kata-kata tersebut
bila digunakan dalam tanda grafis akan menjadi:
Kapisan : ke 1
Kaloro : ke 2
Katelu : ke 3
Kata bilangan yang menunjukan urutan
biasanya bahkan mendapat bentuk bebas didepannya yaitu: nomer.
Contoh: nomer siji, nomer loro, nomer telu, dan seterusnya. Kalau dituliskan
dalam bentuk angka akan menjadi:
Nomer siji : nomer 1
Nomer loro : nomer 2
Nomer telu : nomer 3
Nomer papat : nomer 4
B.
Ciri-ciri
Numeralia
Perbedaan
kata sifat dengan numeralia yaitu kata bilangan memodifikasi kata benda hanya
dalam hal jumlahnya, tingkatannya atau urutannya saja. Pada posisi sintaksis,
numeralia bisa terletak
didepan atau dibelakang kata benda yang dimodifikasi.
Ø
Jika berada didepan
kata bendanya, biasanya menggunakan partikel penghubung –ng, -q
terutama numeralia yang berada dibawah angka sepuluh.
Contoh:
Sa + q omah ‘satu
rumah’
Ro
+ ng omah ‘dua
rumah’
Telu + ng karung ‘tiga
karung’
Pat + ang pikul ‘empat pikul’
Lima + ng sasi ‘lima
bulan’
Nem + tahun ‘enam
tahun’
Pitu
+ ng minggu ‘tujuh minggu’
Wolu + ng kranjang ‘delapan
keranjang’
Sanga + ng meter ‘sembilan meter’
Ø
Jika berada dibelakang
kata benda, kata bilangan tidak menggunakan partikel penghubung apa-apa.
Contoh
:
Omah siji ‘rumah
sebuah’
Omah
loro ‘rumah
dua buah’
Karung
telu ‘tiga
buah karung’
Kranjang
wolu ‘delapan
buah keranjang’
Dalam
bahasa jawa ada satu pokok numeralia yaitu ‘PIRA’ sebagai pertanyaan
yang mengandung tingkatan dengan penambahan prefiks Ka-.
C.
Klasifikasi
numeralia
Bentuk Numeralia
Jika dilihat dari bentuknya, numeralia
dapat digolongkan menjadi dua, yaitu numeralia monomorfemis dan numeralia
polimorfemis.
a) Numeralia
Monomorfemis.
Numeralia monomorfemis adalah numeralia yang terdiri
atas satu morfem. Numeralia monomorfemis ini sudah menunjuk kuantitas sesuatu (
baik yang bersifat maujud maupun yang konseptual) tanpa mengalami proses
morfemis. Numeralia monomorfemis dalam bahasa Jawa terdiri atas numeralia nol sampai dengan sanga.
b) Numeralia
polimorfemis
Numeralia polimorfemis dibentuk melalui
beberapa proses morfemis, yaitu 1).
afiksasi yang
menghasilkan numeralia berafiks, 2).
pengulangan yang
menghasilkan numeralia ulang, 3).
pemajemukan yang
menghasilkan numeralia majemuk, 4). numeralia bentuk kombinasi.
1.
Numeralia
Berafiks
Berdasar
distribusi afiks pada bentuk dasarnya, numeralia berafiks dibedakan menjadi
tiga macam :
a. Numeralia
berprefiks, yaitu numeralia dengan
tambahan afiks di depan bentuk afiks.
Contoh :
Mapat
(papat ‘empat’ + N-)’ masing-masing
satuan terdiri atas empat’
Mitu
(pitu ‘tujuh’+N-)’ masing-masing
satuan terdiri atas tujuh’
Nelu
(telu ‘telu’+N-)’ masing-masing
satuan terdiri atas tiga’
Nglima
(lima ‘lima’+N-)’ masing-masing
satuan terdiri atas lima’
Ngloro
(loro ‘dua’+N-)’ masing-masing satuan
terdiri atas dua’
Nyiji
(siji ‘satu’+N-)’ masing-masing satu’
b. Numeralia
bersufiks, yaitu numeralia dengan tambahan afiks di belakang bentuk
dasar.
Contoh
:
Limaa
(lima ‘lima’+-a) ‘meskipun lima’
Papata
(papat ‘empat’+-a) ‘meskipun empat’
Piton
(pitu ‘tujuh’+-a) ‘satuan berjumlah tujuh’
Sangan
( sanga ‘sembilan’+-a) ‘satuan berjumlah sembilan’
Telua
(telu
‘tiga’+-a) ‘meskipun tiga’
Wolon
(wolu ‘delapan’+-a) ‘satuan berjumlah delapan’
c. Numeralia
berkonfiks, yaitu numeralia dengan tambahan konfiks pada bentuk dasar.
Contoh
:
Sakloron
(ngoko) (loro ‘dua’+sa-/-an) ‘berdua’
Sekalian
(krama) (kalih ‘dua’+sa-/-an) ‘berdua’
Sekabèhan
(kabèh ‘semua’+sa-/-an) ‘semuanya’
2.
Numeralia
Bentuk Ulang
Dengan
melihat cara pengulangan bentuk dasarnya, numeralia bentuk ulang dapat
dibedakan menjadi tiga macam :
a. Numeralia
ulang penuh, yaitu numeralia yang bentuk dasarnya diulang secara keseluruhan.
Numeralia ini ada dua macam :
-
Numeralia ulang penuh
tanpa perubahan vokal.
Contoh
:
Akèh-akèh
(akèh
‘banyak’+U) ‘banyak-banyak’
Loro-loro
(loro
‘dua’ +U) ‘dua-dua’
Papat-papat
(papat ‘empat’+U)
‘empat-empat’
Siji-siji
(siji
‘satu’+U) ‘satu-satu’
Telu-telu
(telu
‘tiga’+U) ‘tiga-tiga’
-
Numeralia ulang penuh
dengan perubahan vokal.
Contoh
:
Lima-lima
(lima’lima’+Upv)
‘berulang-ulang mengatakan lima
(tidak ajek)’
Lora-loro
(loro
‘dua’+Upv) ‘berulang-ulang mengatakan loro
(tidak ajek)’
Sija-siji
(siji
‘satu’+Upv) ‘berulang-ulang mengatakan siji
(tidak ajek)’
Tela-telu
(telu ‘tiga’+Upv)
‘berulang-ulang mengatakan telu
(tidak ajek)’
b.
Numeralia Ulang
Parsial, yaitu numeralia hasil pengulangan konsonan awal bentuk dasar dengan
penambhan vokal /ǝ/
Contoh
:
Lelima
(lima ‘lima’ +Up) ‘kelima-limanya
(tanpa kecuali)’
Leloro
(loro ‘dua’+Up) ‘kedua-duanya (tanpa
kecuali)’
Pepitu
(pitu ‘tujuh’+Up) ‘ketujuh-tujuhnya
(tanpa kecuali)’
Tetelu
(telu ‘tiga’+Up) ‘ketiga-tiganya
(tanpa kecuali)’
Jika suku pertama bentuk dasar numeralia
itu bervokal /ǝ/, numeralia
ulang parsial tidak mengalami penambahan vokal, misalnya numeralia tetelu di atas.
3.
Numeralia
Bentuk Majemuk
Berdasarkan
konstituen pembentuknya, numeralia majemuk dapat dibedakan menjadi dua macam :
a. Konstituen
pembentuknya berupa morfem asal plus morfem pangkal.
Contoh
:
Limalas ( lima “ lima” + las “ belas” )
“lima belas”
Pitulas ( pitu “ tujuh “ + las “ belas “
) “ tujuh belas “
Sangalas ( sanga “ sembilan “ + las “
belas “ ) “ sembilan belas “
Telulas ( telu “ tiga “ + las “ belas” )
“ tiga belas”
b. Konstituen
pembentuknya berupa morfem pangkal plus morfem pangkal.
Contoh
:
Patang puluh ( patang “empat” + puluh
“puluh” ) “empat puluh”
Pitung puluh ( pitung “tujuh” + puluh
“puluh” ) “tujuh puluh”
Rong puluh ( rong “dua” + puluh “puluh”
) “dua puluh”
Telung puluh ( telung “tiga” + puluh
“puluh” ) “tiga puluh”
4.
Numeralia
bentuk kombinasi
Berdasarkan
proses pembentukannya, numeralia kombinasi dapat dibedakan menjadi dua macam,
sebagai berikut :
a. Kombinasi
antara afiksasi dan pengulangan secara serempak.
Contoh
:
Makethi-kethi ( kethi “seratus ribu” +
ma-/-U ) “beratus-ratus ribu”
Maèwu-èwu ( èwu “seribu” + ma-/-U )
“beribu-ribu”
Mayuta-yuta ( yuta “juta” + ma-/-U )
“berjuta-juta”
Yuta-yutanan ( yuta “juta” + -an/-U )
“berjuta-juta”
b. Kombinasi
antara afiksasi dan pemajemukan secara serempak.
Contoh:
Kapat sasur ( pat sasur + ka- ) “ tiga
puluh lima”
Karo belah (loro belah “ dua belah” +
ka- ) “seratus lima puluh”
Saprowolon ( prowolu “perdelapan” +
sa-/-an) “seperdelapan”
Subkategorisasi
Numeralia Berdasarkan Referennya
Berdasarkan referennya, numeralia
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) numeralia pokok, (2) numeralia pecahan,
(3) numeralia tingkat, (4) numeralia ukuran, (5) numeralia penggolong.
1.
Numeralia
pokok
a.
Numeralia Pokok
Tentu
Numeralia
ini mengacu pada bilangan dan menjawab pertanyaan yang menggunakan pronominal
interogatif pira “ berapa “dengan
jumlah yang pasti positif. Numeralia jenis ini mengacu pada bilangan nol sampai
tak terhingga. Jik ditinjau dari bentuknya, numeralia pokok tentu ini meliputi
bentuk monomorfemis dan polimorfemis.
Contoh
: Pitu Telulas
Wolu wolulas
Numeralia
pitu dan wolu adalah numeralia monomorfemis, sedangkan telulas dan wolulas
adalah numeralia polimorfemis yang berupa majemuk. Keempat numeralia itu
menyatakan jumlah tertentu dan dapat menjawab pertanyaan yang menggunakan
pronomina interogratif ‘pira’.
Pembentukan
kata bilangan adalah sebagai berikut :
1. Lingga
Numeralia
dapat berbentuk lingga. Artinya kata itu sendiri sudah menunjukkan jumlah
sesuatu tanpa memerlukan bantuan imbuhan apapun.
Contoh
:
Siji
‘satu’
loro
‘dua’
telu
‘tiga’
papat
‘empat’
lima
‘lima’
enem
‘enam’
pitu
‘tujuh’
wolu
‘delapan’
sanga
‘sembilan’
2. Pemajemukan.
Terdiri
dari pembentukan bilangan
diatas sepuluh, duapuluh ke atas, bilangan puluhan, ratusan ribuan, bilangan
yang bersatuan, puluhan dst.
3. Pembentukan
bilangan pecahan. Cara yang dipakai adalah :
a. Mengatakan
bilangan pembilangnya
b. Kemudian
diikuti pra “per”
c. Kemudian
mengatakan penyebutnya
Contoh
: setengah, seprapat
Menurut Soepomo (1979 : 149) Seperti
biasa terjadi pada setiap kata
bilangan
satu sampai sembilan, kalau diikuti oleh kata yang lain selalu mendapatkan
tambahan –eng, begitu pula dalam bentuk kata bilangan pecahan
ini. Kata bilangan yang kecil
selalu diimbuhi –eng, kecuali siji yang menjadi saq dan enem yang menjadi
nem. Kata yang kedua selalu pra. Dan yang terakhir biasanya mendapat
imbuhan –an. Tetapi penambahan itu
tidak mutlak perlu.
Contoh
:
Saqprapiton = 1/7, atau saqprapitu
Telungpraliman=
3/5, atau telungpralima
Limangpranem
= 5/6, atau limangpranem
Untuk
menyatakan bilangan pecahan ½ dapat menggunakan dua cara :
Dengan menggunakan cara yang biasa,
yaitu dengan mengatakan saqpraloron,
atau dengan menggunakan istilah yang biasa yaitu setengah.
4. Pembentukan
kata bilangan tingkat. Cara yang dipakai biasanya dengan menggunakan imbuhan ke- atau ka-,
Contoh: kapisan, katelu.
5. Pembentukan
kata bilangan kumpulan. Cara yang dipakai yaitu dengan : DL-ne, sa-+ke-L-an, se-+ka-L-e(-ne).
Contoh
: loro-lorone, sakloron
b. Numeralia
pokok tak tentu
Numeralia
pokok tak tentu adalah numeralia yang
tidak bisa menjawab secara positif pertanyaan yang berarti “ berapa” . contohnya adalah : akeh, sithik.
Contoh
dalam kalimat :
Sayur sethithik
“sayur sedikit”
Sawetara dina
“beberapa hari”
c. Numeralia
Pokok Kolektif
Numeralia pokok kolektif adalah numeralia
yang menunjukan himpunan, kumpulan, atau kesatuan. Jika kumpulan itu terdiri
atas dua, digunakan numeralia sakloron
‘berdua’; seperti aku sakloron ‘kami
berdua’. Dalam hal ini, terdapat nomina atau pronominal yang mendahuluinya.
Jika nomina atau pronominal tidak hadir, numeralia kolektif yang dipakai ialah
yang berbentuk ulang + sufiks –e/-ne, seperti
loro-lorone ‘kedua-duanya’, telu-telune ‘ketiga-tiganya’, lima-limane ‘kelima-limanya’.
Didalam bentuk krama dimungkinkan adanya numeralia pokok kolektif berbentuk ulang.
Pengulangan ini berupa pengulangan konsonan awal bentuk dasar disertai dengan
penambahan vokal /ə/.
Contoh:
kekalih
‘berdua’
tetiga ‘bertiga’
Disamping itu terdapat numeralia pokok kolektif yang dibentuk
dari bentuk dasar yang berupa bentuk ulang + ma- atau bentuk dasar + -an.
Contoh:
ewon
‘ribuan’
mayuta-yuta
‘beribu-ribu’
yutan
‘jutaan’
d. Numeralia
Pokok Distributif
Numeralia pokok distributif adalah numeralia yang
menunjukan keterbagian dan kebergiliran. Numeralia ini dibentuk dari numeralia
pokok ditambah dengan kata mbaka
‘per, demi’ disebelah kirinya atau dengan mengulangnya.
Contoh:
mbaka
siji ‘satu per satu.’ siji-siji ‘satu per satu.’
mbaka lima
‘lima-lima.’ lima-lima ‘lima-lima.’
Di samping dengan proses pengulangan,
dalam pembentukan numeralia distributif sering disertakan afiks nasal.
Contoh:
a. Wong-wong mau oléh panduman
siji-siji.
‘Orang-orang tadi mendapat bagian satu-satu.’
b.
Wong mau oléh panduman nyiji-nyiji.
‘Orang-orang tadi mendapat bagian satu-satu.’
a. Kabéh diwénéhi telu-telu.
‘Semua diberi tiga-tiga.’
b. Kabéh diwénéhi nelu-nelu.
‘Semua diberi tiga-tiga.’
a. Bocah-bocah padah oléh paringan loro-loro.
‘Anak-anak semua mendapat pemberian
dua-dua.’
b. Bocah-bocah padha oléh paringan ngloro-ngloro.
‘Anak-anak
semua mendapat bagian dua-dua.’
e. Numeralia
Pokok Klitika
Di samping numeralia pokok yang telah
disebutkan di atas, terdapat pula numeralia lain yang dipungut dari bahasa Jawa
Kuno.
Contoh:
éka
‘satu’ sad ‘enam’
dwi
‘dua’ sapta ‘tujuh’
tri
‘tiga’ hasta ‘delapan’
catur
‘empat’ nawa
‘sembilan’
panca
‘lima’ dasa
‘sepuluh’
2.
Numeralia
Pecahan
Numeralia pecahan adalah numeralia yang menyatakan
bilangan pecahan. Cara pembentukannya
dengan membagi sebuah bilangan pokok. Bilangan pembagi dapat dengan atau tanpa
partikel –ng/-ang. Bilangan penyebut
dapat tanpa prefiks atau dengan sufiks –an.
Di dalam bentuk huruf, pra-
dilekatkan pada bilangan yang mengikutinya. Di dalam bentuk angka dipakai
pembagi garis yang memisahkan kedua bilangan itu.
Contoh:
Numeralia
Pecahan Angka
seprapat 1/4 ‘seperempat’
sapralima 1/5 ‘seperlima’
sapratelon 1/3 ‘sepertiga’
rongpratelon 2/3 ‘dua pertiga’
telungprapat 3/4 ‘tiga perempat’
Bilangan
pecahan dapat mengikuti bilangan pokok.
Contoh
:
Numeralia
Pecahan Angka
Loro
seprapat 2
1/4‘dua seperempat’
Telu
sepralima 3
1/5 ‘tiga seperlima’
Papat
telungprapat 4
3/4 ‘empat tiga perempat’
3.
Numeralia
Tingkat
Numeralia
pokok dapat diubah menjadi numeralia tingkat. Cara mengubahnya dengan
menambahkan kaping/ping ‘kali’ atau ka- ‘ke-‘.
1. Numeralia
tingkat dibentuk dengan menambahkan kata kaping/ping
‘kali’ di depan bilangan yang bersangkutan.
Contoh :
Kaping
siji ‘satu kali’ ping pat ‘empat kali’
Kaping
loro ‘dua kali’ ping
lima ‘lima kali’
Kaping
telu ‘tiga kali’ ping
nem ‘enam kali’
2. Numeralia
tingkat dibentuk dengan menambahkan bentuk terikat ka- pada bilangan yang bersangkutan. Khusus untuk bilangan satu
dipakai pula kata kapisan.
Contoh :
Kasiji/kapisan
‘pertama’ kanem ‘keenam’
Kaloro
‘kedua’ kapitu ‘ketujuh’
Katelu
‘ketiga’ kawolu ‘kedelapan’
Kapat
‘keempat’ kasanga ‘kesembilan’
Kalima
‘kelima’ kasepuluh ‘kesepuluh’
Tetapi
ada imbuhan ka- yang khusus untuk
membentuk kata bilangan yang menunjukkan pada hitungan musim yang biasa terjadi
di Jawa. Hitungan musim itu terjadi dari satu sampai duabelas. Sedangkan kata
yang digunakan juga khusus sifatnya, artinya kata yang digunakan untuk menunjuk
masa itu agak lain dengan yang ditemukan dalam menghitung atau menjumlahkan.
Contoh :
Kasa : musim yang pertama
Karo : musim yang kedua
Katiga : musim yang ketiga
Kapat : musim yang keempat
Kalima : musim yang kelima
Kanem : musim yang keenam
Dst.
Karena bentuk
ini sifatnya khusus maka jelas bahwa penggunaan imbuhan ka- ini ini pun tidak produktif.
4.
Numeralia
Ukuran
Subkategori nomina ada
yang menyatakan ukuran yang berkaitan dengan jumlah, berat-ringan, atau
panjang-pendek, yang disebut numeralia ukuran. Numeralia ukuran itu dapat
diikuti numeralia pkok tentu atau numeralis pecahan, sehingga membentuk
numeralia majemuk.
Contoh :
Pitung lusin ‘tujuh dosin’
Sepuluh kodhi ‘sepuluh kodi’
Setengah liter ‘setengah liter’
Telungprapat gram ‘tiga perempat gram’
5.
Numeralia
Penggolong
Di
samping berbagai numeralia di atas, di dalam bahasa Jawa terdapat sejumlah kata
yang berfungsi menggolong-golongkan nomina maujud ke dalam kategori tertentu.
Misalnya : sesisir pisang. Di dalam
bahasa Jawa dikatakan ‘gedhang selirang’
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam bahasa Jawa, kata bilangan yang digunakan
dalam bidang perdagangan mengandung beberapa penyimpangan dalam pembentukan
kata bilangan. Penyimpangan-penyimpangan itu agaknya sudah tidak disadari lagi
oleh para pemakai karena jelas terlihat
bahwa setiap orang Jawa dapat menggunakannya tanpa mengerti mengapa hal
itu terjadi. Contoh :
sejinah
‘sepuluh’
karotengah ‘satu
setengah’
karobelah ‘seratus
lima puluh’
kapatsasur ‘
tiga puluh lima’
Memang, dalam bahasa Jawa selalu banyak ditemukan
variasi-variasi bentuk kata. Hal ini kelihatannya tidak menimbulakn masalah
bagi para penutur asli. Tapi sebetulnya banyak bentuk kata bilangan yang mulai
tak begitu populer di kalangan penutur berusia muda. Pola-pola yang semakin
menjadi populer ialah pola yang serupa dengan bahasa Indonesia.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Poedjosoedarmo,
Soepomo.1979. Morfologi Bahasa Jawa.
Jakarta : Depdikbud.
Wedhawati.
2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir.
Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar