Rabu, 02 Juli 2014

CIRI-CIRI DAN KLASIFIKASI NUMERALIA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada dasarnya, morfologi memiliki arti sebagai sistem pengkajian kata. Dari objek kajiannya, morfologi memiliki kajian yang mencakup angka. Angka tersebut sering disebut numeralia. Numeralia adalah kata yang digunakan untuk membilang hal yang diacu nomina. Oleh karena itu, numeralia lazim disebut dengan ‘kata bilangan’. Hal yang diacu numeralia itu terbatas pada hal yang dapat dihitung jumlahnya, baik yang bersifat maujud, seperti manusia, binatang, atau barang tetapi juga yang berupa konsep.
Numeralia ini, kaitannya dengan bilangan. Sehingga mudah untuk mengetahui ciri dan pengklasifikasian bilangan tersebut. Apakah bilangan tersebut bilangan tunggal ataupun jamak. Di dalam pengklasifikasian Numeralia ini, terdapat dua ciri, yaitu ciri morfemis dan sintaksis
Ciri morfemis yaitu dengan mengetahui morfem-morfem pembentuknya. Sedangkan ciri sintaksis ini erat hubungannya dengan menyambungkan antara kalimat satu dengan yang lainnya.
Bab ini akan membicarakan masalah kata bilangan. Setiap hari, bahkan hampir dalam setiap pembicaraan selalu ditemui penggunaan kata bilangan. Tetapi suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri adalah bahwa seringkali definisi kata bilangan itu sendiri tidak jelas. Hal ini  tidak hanya terbatas pada masalah kata bilangan dalam  satu jenis bahasa saja, tetapi hampir terdapat dalam semua bahasa, termasuk bahasa Jawa.
Penyajian uraian kata bilangan ini tidak akan sepanjang uraian jenis kata sebelumnya. Proses pembentukan kata bilangan tidaklah serumit proses pembentukan kata lainnya. Dalam pembicaraan kata bilangan tidaklah ditemukan proses transposisi yang banyak terjadi dalam pembentukan jenis-jenis kata lainnya. Maka dalam uraian ini    nanti hanya akan dijumpai uraian kata biangan secara singkat saja. Pembicaraan ini akan meliputi ketentuan tentang kata bilangan.



B.     Rumusan masalah
Berdasarkan  latar belakang masalah di atas, penulis mengajukan beberapa rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian numeralia ?
2.      Bagaimana mengetahui ciri-ciri numeralia yang menjadi kajian dalam morfologi?
3.      Seperti apa bentuk dan pengklasifikasian numeralia dalam kajian morfologi?

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian tentang numeralia.
2.      Mengetahui ciri-ciri numeralis yang menjadi kajian morfologi.
3.      Mengetahui bentuk dan pengklasifikasian numeralia dalam kajian morfologi.

D.    Manfaat penulisan

·         Bagi Penulis
            Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur dari mata kuliah Morfologi Lanjut serta menambah wawasan penulis tentang ciri-ciri dan pengklasifikasian numeralia dalam kajian morfologi.

·         Bagi Pihak Lain
            Penulisan makalah ini diharapkan dapat dijadikan referensi pustaka dan menambah pengetahuan tentang ciri-ciri dan pengklasifikasian numeralia dalam mata kuliah morfologi.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Numeralia

Numeralia adalah kata yang digunakan untuk membilang ihwal yang diacu nomina( kata benda) dan biasa disebut kata  bilangan yang menunjukkan suatu jumlah, tingkatan atau urutan dan jika ditulis secara grafis dapat dipergunakan angka.
Contoh:
Siji       : 1                                                        enem                : 6
Loro    : 2                                                        pitu                  : 7
Telu     : 3                                                        wolu                : 8
Papat   : 4                                                        sanga               : 9
Lima    : 5                                                        sepuluh            : 10
Yang termasuk kata bilangan tingkat adalah: kapisan ‘pertama’, kaloro ‘kedua’, katelu ‘ketiga’ dst. Kata-kata tersebut bila digunakan dalam tanda grafis akan menjadi:
            Kapisan           : ke 1
            Kaloro             : ke 2
            Katelu             : ke 3
            Kata bilangan yang menunjukan urutan biasanya bahkan mendapat bentuk bebas didepannya yaitu: nomer. Contoh: nomer siji, nomer loro, nomer telu, dan seterusnya. Kalau dituliskan dalam bentuk angka akan menjadi:
            Nomer siji        : nomer 1
            Nomer loro      : nomer 2
            Nomer telu     : nomer 3
            Nomer papat   : nomer 4
B.     Ciri-ciri Numeralia
      Perbedaan kata sifat dengan numeralia yaitu kata bilangan memodifikasi kata benda hanya dalam hal jumlahnya, tingkatannya atau urutannya saja. Pada posisi sintaksis, numeralia bisa terletak didepan atau dibelakang kata benda yang dimodifikasi.

Ø    Jika berada didepan kata bendanya, biasanya menggunakan partikel penghubung –ng, -q terutama numeralia yang berada dibawah angka sepuluh.
Contoh:
            Sa + q omah                                                   ‘satu rumah’
            Ro + ng omah                                                 ‘dua rumah’
Telu + ng karung                                            ‘tiga karung’
Pat + ang pikul                                               ‘empat pikul’
Lima + ng sasi                                                ‘lima bulan’
Nem + tahun                                                   ‘enam tahun’
Pitu + ng minggu                                            ‘tujuh minggu’           
Wolu + ng kranjang                                        ‘delapan keranjang’
Sanga + ng meter                                           ‘sembilan meter’

Ø    Jika berada dibelakang kata benda, kata bilangan tidak menggunakan partikel penghubung apa-apa.
Contoh :
            Omah siji                                                                     ‘rumah sebuah’         
            Omah loro                                                                   ‘rumah dua buah’
            Karung telu                                                                 ‘tiga buah karung’
            Kranjang wolu                                                            ‘delapan buah keranjang’
Dalam bahasa jawa ada satu pokok numeralia yaitu PIRA sebagai pertanyaan yang mengandung tingkatan dengan penambahan prefiks Ka-.
C.    Klasifikasi numeralia
Bentuk Numeralia
Jika dilihat dari bentuknya, numeralia dapat digolongkan menjadi dua, yaitu numeralia monomorfemis dan numeralia polimorfemis.
a)      Numeralia Monomorfemis.
Numeralia monomorfemis adalah numeralia yang terdiri atas satu morfem. Numeralia monomorfemis ini sudah menunjuk kuantitas sesuatu ( baik yang bersifat maujud maupun yang konseptual) tanpa mengalami proses morfemis. Numeralia monomorfemis dalam bahasa Jawa terdiri atas numeralia nol sampai dengan sanga.
b)      Numeralia polimorfemis
Numeralia polimorfemis dibentuk melalui beberapa proses morfemis, yaitu 1). afiksasi yang menghasilkan numeralia berafiks, 2). pengulangan yang menghasilkan numeralia ulang, 3). pemajemukan yang menghasilkan numeralia majemuk, 4). numeralia bentuk kombinasi.

1.             Numeralia Berafiks
Berdasar distribusi afiks pada bentuk dasarnya, numeralia berafiks dibedakan menjadi tiga macam :
a.        Numeralia berprefiks, yaitu numeralia dengan tambahan afiks di depan bentuk afiks.
Contoh :      
Mapat (papat ‘empat’ + N-)’ masing-masing satuan terdiri atas empat’
Mitu (pitu ‘tujuh’+N-)’ masing-masing satuan terdiri atas tujuh’
Nelu (telu ‘telu’+N-)’ masing-masing satuan terdiri atas tiga’
Nglima (lima ‘lima’+N-)’ masing-masing satuan terdiri atas lima’
Ngloro (loro ‘dua’+N-)’ masing-masing satuan terdiri atas dua’
Nyiji (siji ‘satu’+N-)’ masing-masing satu’

b.      Numeralia bersufiks, yaitu numeralia dengan tambahan afiks di belakang bentuk dasar.
Contoh :
Limaa (lima ‘lima’+-a) ‘meskipun lima’
Papata (papat ‘empat’+-a) ‘meskipun empat’
Piton (pitu ‘tujuh’+-a) ‘satuan berjumlah tujuh’
Sangan ( sanga ‘sembilan’+-a) ‘satuan berjumlah sembilan’
Telua (telu ‘tiga’+-a) ‘meskipun tiga’
Wolon (wolu ‘delapan’+-a) ‘satuan berjumlah delapan’


c.    Numeralia berkonfiks, yaitu numeralia dengan tambahan konfiks pada bentuk dasar.
Contoh :
Sakloron (ngoko) (loro ‘dua’+sa-/-an) ‘berdua’
Sekalian (krama) (kalih ‘dua’+sa-/-an) ‘berdua’
Sekabèhan (kabèh ‘semua’+sa-/-an) ‘semuanya’

2.      Numeralia Bentuk Ulang
Dengan melihat cara pengulangan bentuk dasarnya, numeralia bentuk ulang dapat dibedakan menjadi tiga macam :
a.       Numeralia ulang penuh, yaitu numeralia yang bentuk dasarnya diulang secara keseluruhan. Numeralia ini ada dua macam :
-          Numeralia ulang penuh tanpa perubahan vokal.
Contoh :
Akèh-akèh (akèh ‘banyak’+U) ‘banyak-banyak’
Loro-loro (loro ‘dua’ +U) ‘dua-dua’
Papat-papat (papat ‘empat’+U) ‘empat-empat’
Siji-siji (siji ‘satu’+U) ‘satu-satu’
Telu-telu (telu ‘tiga’+U) ‘tiga-tiga’
                               
-          Numeralia ulang penuh dengan perubahan vokal.
Contoh :
Lima-lima (lima’lima’+Upv) ‘berulang-ulang mengatakan lima (tidak ajek)’
Lora-loro (loro ‘dua’+Upv) ‘berulang-ulang mengatakan loro (tidak ajek)’
Sija-siji (siji ‘satu’+Upv) ‘berulang-ulang mengatakan siji (tidak ajek)’
Tela-telu (telu ‘tiga’+Upv) ‘berulang-ulang mengatakan telu (tidak ajek)’

b.         Numeralia Ulang Parsial, yaitu numeralia hasil pengulangan konsonan awal bentuk dasar dengan penambhan vokal /ǝ/
Contoh :
Lelima (lima ‘lima’ +Up) ‘kelima-limanya (tanpa kecuali)’
Leloro (loro ‘dua’+Up) ‘kedua-duanya (tanpa kecuali)’
Pepitu (pitu ‘tujuh’+Up) ‘ketujuh-tujuhnya (tanpa kecuali)’
Tetelu (telu ‘tiga’+Up) ‘ketiga-tiganya (tanpa kecuali)’
Jika suku pertama bentuk dasar numeralia itu bervokal /ǝ/, numeralia ulang parsial tidak mengalami penambahan vokal, misalnya numeralia tetelu di atas.

3.      Numeralia Bentuk Majemuk
Berdasarkan konstituen pembentuknya, numeralia majemuk dapat dibedakan menjadi dua macam :
a.       Konstituen pembentuknya berupa morfem asal plus morfem pangkal.
Contoh :
Limalas ( lima “ lima” + las “ belas” ) “lima belas”
Pitulas ( pitu “ tujuh “ + las “ belas “ ) “ tujuh belas “
Sangalas ( sanga “ sembilan “ + las “ belas “ ) “ sembilan belas “
Telulas ( telu “ tiga “ + las “ belas” ) “ tiga belas”
b.      Konstituen pembentuknya berupa morfem pangkal plus morfem pangkal.
Contoh :
Patang puluh ( patang “empat” + puluh “puluh” ) “empat puluh”
Pitung puluh ( pitung “tujuh” + puluh “puluh” ) “tujuh puluh”
Rong puluh ( rong “dua” + puluh “puluh” ) “dua puluh”
Telung puluh ( telung “tiga” + puluh “puluh” ) “tiga puluh”

4.      Numeralia bentuk kombinasi
Berdasarkan proses pembentukannya, numeralia kombinasi dapat dibedakan menjadi dua macam, sebagai berikut :
a.       Kombinasi antara afiksasi dan pengulangan secara serempak.
Contoh :
Makethi-kethi ( kethi “seratus ribu” + ma-/-U ) “beratus-ratus ribu”
Maèwu-èwu ( èwu “seribu” + ma-/-U ) “beribu-ribu”
Mayuta-yuta ( yuta “juta” + ma-/-U ) “berjuta-juta”
Yuta-yutanan ( yuta “juta” + -an/-U ) “berjuta-juta”

b.      Kombinasi antara afiksasi dan pemajemukan secara serempak.
Contoh:
Kapat sasur ( pat sasur + ka- ) “ tiga puluh lima”
Karo belah (loro belah “ dua belah” + ka- ) “seratus lima puluh”
Saprowolon ( prowolu “perdelapan” + sa-/-an) “seperdelapan”









Subkategorisasi Numeralia Berdasarkan Referennya
      Berdasarkan referennya, numeralia dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) numeralia pokok, (2) numeralia pecahan, (3) numeralia tingkat, (4) numeralia ukuran, (5) numeralia penggolong.
1.      Numeralia pokok
a.       Numeralia Pokok Tentu

Numeralia ini mengacu pada bilangan dan menjawab pertanyaan yang menggunakan pronominal interogatif pira “ berapa “dengan jumlah yang pasti positif. Numeralia jenis ini mengacu pada bilangan nol sampai tak terhingga. Jik ditinjau dari bentuknya, numeralia pokok tentu ini meliputi bentuk monomorfemis dan polimorfemis.
Contoh :   Pitu       Telulas
    Wolu    wolulas

Numeralia pitu dan wolu adalah numeralia monomorfemis, sedangkan telulas dan wolulas adalah numeralia polimorfemis yang berupa majemuk. Keempat numeralia itu menyatakan jumlah tertentu dan dapat menjawab pertanyaan yang menggunakan pronomina interogratif pira.

Pembentukan kata bilangan adalah sebagai berikut :

1.      Lingga
Numeralia dapat berbentuk lingga. Artinya kata itu sendiri sudah menunjukkan jumlah sesuatu tanpa memerlukan bantuan imbuhan apapun.
Contoh :
Siji ‘satu’
loro ‘dua’
telu ‘tiga’
papat ‘empat’
lima ‘lima’
enem ‘enam’
pitu ‘tujuh’
wolu delapan’
sanga ‘sembilan’
2.      Pemajemukan.
Terdiri dari pembentukan bilangan diatas sepuluh, duapuluh ke atas, bilangan puluhan, ratusan ribuan, bilangan yang bersatuan, puluhan dst.

3.      Pembentukan bilangan pecahan. Cara yang dipakai adalah :
a.       Mengatakan bilangan pembilangnya
b.      Kemudian diikuti pra “per”
c.       Kemudian mengatakan penyebutnya
Contoh : setengah, seprapat
Menurut Soepomo (1979 : 149) Seperti biasa terjadi pada setiap kata bilangan satu sampai sembilan, kalau diikuti oleh kata yang lain selalu mendapatkan tambahan –eng,  begitu pula dalam bentuk kata bilangan pecahan ini. Kata bilangan yang kecil selalu diimbuhi –eng, kecuali siji yang menjadi saq dan enem yang menjadi nem. Kata yang kedua selalu pra. Dan yang terakhir biasanya mendapat imbuhan –an. Tetapi penambahan itu tidak mutlak perlu.
Contoh :         
                  Saqprapiton     = 1/7, atau saqprapitu
Telungpraliman= 3/5, atau telungpralima
Limangpranem = 5/6, atau limangpranem
Untuk menyatakan bilangan pecahan ½ dapat menggunakan dua cara :
Dengan menggunakan cara yang biasa, yaitu dengan mengatakan saqpraloron, atau dengan menggunakan istilah yang biasa yaitu setengah.
4.      Pembentukan kata bilangan tingkat. Cara yang dipakai biasanya dengan menggunakan imbuhan ke- atau ka-,
Contoh: kapisan, katelu.
5.      Pembentukan kata bilangan kumpulan. Cara yang dipakai yaitu dengan : DL-ne, sa-+ke-L-an, se-+ka-L-e(-ne).
Contoh : loro-lorone, sakloron
b.      Numeralia pokok tak tentu
Numeralia pokok tak tentu adalah  numeralia yang tidak bisa menjawab secara positif pertanyaan yang berarti “ berapa . contohnya adalah : akeh, sithik.
Contoh dalam kalimat :
Sayur sethithik “sayur sedikit”
Sawetara dina “beberapa hari”
c.       Numeralia Pokok Kolektif
      Numeralia pokok kolektif adalah numeralia yang menunjukan himpunan, kumpulan, atau kesatuan. Jika kumpulan itu terdiri atas dua, digunakan numeralia sakloron ‘berdua’; seperti aku sakloron ‘kami berdua’. Dalam hal ini, terdapat nomina atau pronominal yang mendahuluinya. Jika nomina atau pronominal tidak hadir, numeralia kolektif yang dipakai ialah yang berbentuk ulang + sufiks –e/-ne, seperti loro-lorone ‘kedua-duanya’, telu-telune ‘ketiga-tiganya’, lima-limane ‘kelima-limanya’.
      Didalam bentuk krama dimungkinkan adanya numeralia pokok kolektif berbentuk ulang. Pengulangan ini berupa pengulangan konsonan awal bentuk dasar disertai dengan penambahan vokal /ə/.
Contoh:                   
kekalih ‘berdua’
tetiga ‘bertiga’
Disamping itu terdapat numeralia pokok kolektif yang dibentuk dari bentuk dasar yang berupa bentuk ulang + ma- atau bentuk dasar + -an.
Contoh:
            ewon ‘ribuan’
            mayuta-yuta ‘beribu-ribu’
            yutan ‘jutaan’
d.      Numeralia Pokok Distributif
      Numeralia pokok distributif adalah numeralia yang menunjukan keterbagian dan kebergiliran. Numeralia ini dibentuk dari numeralia pokok ditambah dengan kata mbaka ‘per, demi’ disebelah kirinya atau dengan mengulangnya.
Contoh:
            mbaka siji ‘satu per satu.’                               siji-siji ‘satu per satu.’
mbaka lima ‘lima-lima.’                                  lima-lima ‘lima-lima.’
Di samping dengan proses pengulangan, dalam pembentukan numeralia distributif sering disertakan afiks nasal.
Contoh:
            a. Wong-wong mau oléh panduman siji-siji.
               ‘Orang-orang tadi mendapat bagian satu-satu.’
b. Wong mau oléh panduman nyiji-nyiji.
              ‘Orang-orang tadi mendapat bagian satu-satu.’
            a. Kabéh diwénéhi telu-telu.
               ‘Semua diberi tiga-tiga.’
            b. Kabéh diwénéhi nelu-nelu.
               ‘Semua diberi tiga-tiga.’
            a. Bocah-bocah padah oléh paringan loro-loro.
               ‘Anak-anak semua mendapat pemberian dua-dua.’
            b. Bocah-bocah padha oléh paringan ngloro-ngloro.
               ‘Anak-anak semua mendapat bagian dua-dua.’
e.       Numeralia Pokok Klitika
      Di samping numeralia pokok yang telah disebutkan di atas, terdapat pula numeralia lain yang dipungut dari bahasa Jawa Kuno.
Contoh:                                    
            éka ‘satu’                                                                     sad ‘enam’
            dwi ‘dua’                                                                     sapta ‘tujuh’
            tri ‘tiga’                                                                       hasta ‘delapan’
            catur ‘empat’                                                               nawa ‘sembilan’
            panca ‘lima’                                                                dasa ‘sepuluh’

2.      Numeralia Pecahan
      Numeralia pecahan adalah numeralia yang menyatakan bilangan pecahan. Cara pembentukannya dengan membagi sebuah bilangan pokok. Bilangan pembagi dapat dengan atau tanpa partikel –ng/-ang. Bilangan penyebut dapat tanpa prefiks atau dengan sufiks –an. Di dalam bentuk huruf, pra- dilekatkan pada bilangan yang mengikutinya. Di dalam bentuk angka dipakai pembagi garis yang memisahkan kedua bilangan itu.
Contoh:                                                 
            Numeralia Pecahan                                       Angka
            seprapat                                                          1/4 ‘seperempat’
            sapralima                                                        1/5 ‘seperlima’
sapratelon                                                       1/3 ‘sepertiga’
rongpratelon                                                   2/3 ‘dua pertiga’
telungprapat                                                    3/4 ‘tiga perempat’
Bilangan pecahan dapat mengikuti bilangan pokok.
Contoh :
            Numeralia Pecahan                                                   Angka
            Loro seprapat                                                              2 1/4‘dua seperempat’
            Telu sepralima                                                            3 1/5 ‘tiga seperlima’
            Papat telungprapat                                                     4 3/4 ‘empat tiga perempat’
3.      Numeralia Tingkat
Numeralia pokok dapat diubah menjadi numeralia tingkat. Cara mengubahnya dengan menambahkan kaping/ping ‘kali’ atau ka-ke-‘.
1.    Numeralia tingkat dibentuk dengan menambahkan kata kaping/ping ‘kali’ di depan bilangan yang bersangkutan.
Contoh :                
Kaping siji ‘satu kali’                                    ping pat ‘empat kali’
Kaping loro ‘dua kali’                                  ping lima ‘lima kali’
Kaping telu ‘tiga kali’                                   ping nem ‘enam kali’
2.    Numeralia tingkat dibentuk dengan menambahkan bentuk terikat ka- pada bilangan yang bersangkutan. Khusus untuk bilangan satu dipakai pula kata kapisan.
Contoh :
Kasiji/kapisan ‘pertama’                               kanem ‘keenam’
Kaloro ‘kedua’                                             kapitu ‘ketujuh’
Katelu ‘ketiga’                                              kawolu ‘kedelapan’
Kapat ‘keempat’                                           kasanga ‘kesembilan’
Kalima ‘kelima’                                            kasepuluh ‘kesepuluh’

      Tetapi ada imbuhan ka- yang khusus untuk membentuk kata bilangan yang menunjukkan pada hitungan musim yang biasa terjadi di Jawa. Hitungan musim itu terjadi dari satu sampai duabelas. Sedangkan kata yang digunakan juga khusus sifatnya, artinya kata yang digunakan untuk menunjuk masa itu agak lain dengan yang ditemukan dalam menghitung atau menjumlahkan.
      Contoh :
            Kasa    : musim yang pertama
            Karo    : musim yang kedua
            Katiga : musim yang ketiga
            Kapat  : musim yang keempat
            Kalima            : musim yang kelima
            Kanem : musim yang keenam
            Dst.
            Karena bentuk ini sifatnya khusus maka jelas bahwa penggunaan imbuhan ka- ini ini pun tidak produktif.

4.      Numeralia Ukuran
Subkategori nomina ada yang menyatakan ukuran yang berkaitan dengan jumlah, berat-ringan, atau panjang-pendek, yang disebut numeralia ukuran. Numeralia ukuran itu dapat diikuti numeralia pkok tentu atau numeralis pecahan, sehingga membentuk numeralia majemuk.
            Contoh :                                                
                        Pitung lusin ‘tujuh dosin’
                        Sepuluh kodhi ‘sepuluh kodi’
                        Setengah liter ‘setengah liter’
                        Telungprapat gram ‘tiga perempat gram’  
5.      Numeralia Penggolong
Di samping berbagai numeralia di atas, di dalam bahasa Jawa terdapat sejumlah kata yang berfungsi menggolong-golongkan nomina maujud ke dalam kategori tertentu. Misalnya : sesisir pisang. Di dalam bahasa Jawa dikatakan ‘gedhang selirang’


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dalam bahasa Jawa, kata bilangan yang digunakan dalam bidang perdagangan mengandung beberapa penyimpangan dalam pembentukan kata bilangan. Penyimpangan-penyimpangan itu agaknya sudah tidak disadari lagi oleh para pemakai karena jelas terlihat   bahwa setiap orang Jawa dapat menggunakannya tanpa mengerti mengapa hal itu terjadi. Contoh :
sejinah                                                                         ‘sepuluh’
karotengah                                                      ‘satu setengah’
karobelah                                                         ‘seratus lima puluh’
kapatsasur                                                       ‘ tiga puluh lima’
Memang, dalam bahasa Jawa selalu banyak ditemukan variasi-variasi bentuk kata. Hal ini kelihatannya tidak menimbulakn masalah bagi para penutur asli. Tapi sebetulnya banyak bentuk kata bilangan yang mulai tak begitu populer di kalangan penutur berusia muda. Pola-pola yang semakin menjadi populer ialah pola yang serupa dengan bahasa Indonesia.
B.   Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.












DAFTAR PUSTAKA
Poedjosoedarmo, Soepomo.1979. Morfologi Bahasa Jawa. Jakarta : Depdikbud.
Wedhawati. 2006. Tata Bahasa Jawa Mutakhir. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar